top of page

Puncak Makin Botak, 5.700 Hektare Hutan Lenyap dalam 16 Tahun


PT Kontak Perkasa - Gencarnya perambahan hutan dan pembangunan vila di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat, membuat gundul ratusan hektare hutan lindung di hulu daerah aliran sungai menuju Jakarta itu. Peneliti Forest Watch Indonesia (FWI), Anggi Putra Prayoga, mengungkapkan sekitar 5.700 hektare hutan di kawasan Puncak dan sekitarnya lenyap sepanjang 2000-2016. "Selama tiga masa kepresidenan, hutan di Puncak yang hilang 66 kali lebih luas dari Kebun Raya Bogor," ujarnya kepada Tempo, kemarin. Pada awal 2000-an, menurut catatan FWI, hutan di kawasan Puncak dan sekitarnya masih 9.111 hektare. Saat ini, tutupan hutan yang tersisa tinggal 3.640 hektare. Itu pun hanya 1.820 hektare yang termasuk kawasan taman nasional dan 79 hektare hutan cagar alam. Sisanya 1.741 hektare telah beralih fungsi menjadi hutan produksi. Jika perambahan dibiarkan, FWI memperkirakan hutan di kawasan Puncak bakal lenyap pada 2027. Padahal, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008, hutan di kawasan Puncak berstatus hutan lindung dengan fungsi antara lain sebagai area resapan air. Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian Daerah Aliran Sungai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Yuliarto Joko Putranto membenarkan terjadinya kerusakan hutan (deforestasi) di hulu Sungai Ciliwung itu. Namun dia menyodorkan angka kerusakan yang lebih rendah. Pada 2006, hutan di hulu Ciliwung itu sekitar 5.641 hektare. Sepuluh tahun kemudian, pada 2016, hutan di sana tinggal 5.244 hektare. "Secara persentase (deforestasi) cukup parah," tutur dia. Menurut Yuliarto, tutupan hutan berkurang seiring melonjaknya kawasan permukiman. Pada 2006, luas lahan permukiman di kawasan Puncak sekitar 1.249 hektare. Pada 2016, kawasan permukiman meluas menjadi 2.046 hektare. "Ini dampaknya luar biasa," ucapnya.

Baca Juga:

Bisnis Investasi Masih Menarik Tahun 2018 Berdasarkan penelusuran Tempo selama dua pekan terakhir, vila dan resor baru bermunculan di wilayah Kecamatan Cisarua, Megamendung, dan Ciawi. Sedangkan tempat tetirah yang dirobohkan pada 2013 sebagian berdiri kembali. Di Blok Citamiang, Desa Tugu Utara, Cisarua, belasan vila mewah milik sejumlah jenderal dan pejabat asal Jakarta masih berdiri tegak. Dibandingkan dengan hasil penelusuran Tempo pada 2007, jumlah bangunan di kilometer nol hulu Ciliwung itu kini malah lebih banyak. Guru besar kebijakan hutan Institut Pertanian Bogor, Profesor Hariadi Kartodihardjo, mengatakan perubahan hutan di Puncak menjadi permukiman berdampak pada daya serap tanah terhadap air. "Kalau ada hujan, air langsung menggelontor ke daerah hilir," ucapnya. - PT Kontak Perkasa Futures Sumber: Tempo.co

bottom of page