top of page

Tangguh Saat BI Pangkas Suku Bunga, Rupiah Siap Menguat?



PT Kontak Perkasa - Nilai tukar rupiah berakhir stagnan melawan dolar Amerika Serikat (AS) di Rp 14.010/US$ Kamis kemarin. Nyaris sepanjang perdagangan rupiah tidak beranjak dari level tersebut, bahkan setelah Bank Indonesia (BI) mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi Februari.

Gubernur Perry Warjiyo dan kolega memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan.


"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 17-18 Februari 2021 memutuskan untuk menurunkan BI 7 Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,5%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%," kata Perry usai RDG, Kamis (18/2/2021).



Selain itu, BI juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini menjadi 4,3% sampai 5,3% dari sebelumnya 4,8% sampai 5,8%.


Penurunan proyeksi tersebut dikarenakan rendahnya realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV-2020. Sehingga secara keseluruhan tahun 2020 terjadi kontraksi ekonomi sebesar 2,07%.


Penurunan suku bunga dapat membuat imbal hasil berinvestasi di Indonesia dengan di AS menjadi menyempit yang membuat rupiah kurang menarik. Apalagi dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang dipangkas tentunya memberikan tekanan bagi rupiah.


Tetapi, kemarin rupiah masih mampu bertahan dan tidak melemah menjadi kabar yang bagus.


Di sisi lain, dolar AS juga sedang goyang setelah rilis notula rapat kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).


Dalam notula tersebut, kembali ditegaskan penguaran nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) atau yang dikenal dengan nama "tapering", belum akan dilakukan di tahun ini.


Dalam notula tersebut, The Fed juga melihat pemulihan ekonomi AS masih berjalan lambat, sehingga kebijakan moneter ultra longgar masih akan dipertahankan dalam waktu yang cukup lama. Artinya suku bunga <0,25% serta QE senilai US$ 120 miliar per bulan akan dipertahankan dalam waktu yang cukup lama.


Pada perdagangan hari Jumat (19/2/2021) rilis data Negara Pembayaran Indonesia (NPI) khususnya transaksi berjalan akan mempengaruhi pergerakan rupiah. Transaksi berjalan yang masih surplus berpeluang membuat rupiah menguat pada hari ini.


Baca: Roubini: Zaman Batu Lebih Baik Dari Bitcoin! Bakal Ambrol?

Secara teknikal, tidak ada perubahan level-level yang harus diperhatikan sebab rupiah berakhir stagnan kemarin. Rupiah yang disimbolkan USD/IDR masih di bawah rerata pergerakan (moving average/MA) 50 hari atau MA 50 (garis hijau). Sehingga ruang penguatan dalam jangka panjang masih terbuka.


Pada November 2020 lalu terjadi death cross alias perpotongan MA 50 hari, MA 100 hari (MA 100), dan 200 hari (MA 200). Death cross terjadi dimana MA 50 memotong dari atas ke bawah MA 100 dan 200.


Death cross menjadi sinyal suatu aset akan berlanjut turun. Dalam hal ini USD/IDR, artinya rupiah berpotensi menguat lebih jauh.


Sementara itu, indikator stochastic mulai keluar dari wilayah jenuh jual (oversold).


Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.


Masuknya stochastic ke wilayah oversold tentunya memperbesar risiko pelemahan rupiah.


Resisten terdekat berada di kisaran Rp 14.030/US$ (MA 50), jika ditembus rupiah berisiko melemah ke Rp 14.085/US$ hingga Rp 14.100/US$.


Level psikologis Rp 14.000/US$ menjadi support terdekat. Penembusan ke bawah level tersebut akan membuka peluang penguatan ke Rp 13.975/US$. Peluang ke Rp 13.940/US$ menjadi terbuka jika level tersebut berhasil dilewati. - PT Kontak Perkasa



Comments


bottom of page